top of page

Mempertanyakan Kembali Makna Fotografi Melalui Workshop Sliraku



Bicara tentang foto, memori saya langsung tertuju pada jaman TK. Waktu itu, mengabadikan diri melalui foto harus ke photo studio. Masa-masa dimana foto di studio sangat booming di Indonesia. Pas mau difoto sama fotografernya alamaaakkkk rasanya deg degan, keringet dingin, malu, takut hasilnya jelek. Pokoknya tegang, sob! Pas fotonya jadi, rasanya seneng banget punya foto diri sendiri. Fotoku sendiri akan kupandangi setiap hari, hehehe.

Hari gini siapa sih yang gak asing sama urusan foto mem-foto? Hari gini siapa yang gak punya smartphone yang ada kameranya? Mulai dari filter-filter yang bikin kita keliatan kurus, bikin muka kita lebih muda, dan banyak lagi. Pasti gaada kan! Urusan potret-memotret menjadi sangat mudah, semua orang bisa jadi fotografer, semua orang bisa jadi model.


Kemudahan foto-memfoto ini memunculkan pertanyaan di benak mahasiswa fotografi Institut Seni Indonesia, Ana Setyardyani Putri si penyelenggara Workshop Sliraku yang pertama pada 18 Mei 2019 kemarin. Tyana Putri yang akrab dipanggil Ana bekerja sama dengan seorang mahasiswa psikologi klinis bernama Mawaddah Dwi yang sering dipanggil Mbak Uwi untuk mencari jawaban “sebenernya foto tuh buat apa sih???”

Ide awal Ana dalam melakukan workshop ini adalah adanya sesuatu yang bergerak di hatinya saat dia memfoto partisipannya.


Teknik yang dia lakukan saat memfoto ialah menggunakan kedekatan personal. Kedekatan personal ini yang menyebabkan fotonya memiliki cerita didalamnya, kedekatan ini yang menjadikan fotonya hidup. Eksperimen ini dia lakukan sebagai kritik terhadap metode foto industri yang melakukan aktivitas fotografinya sebatas pada memfoto model cantik, lalu selesai.


Mbak Uwi menambahkan bahwa eksperimen kedekatan personal dalam memfoto ini biasa dijadikan terapi bagi orang-orang depresi. Dalam psikologi, teknik ini dinamakan photo voice. Photo voice merupakan terapi bagi seseorang untuk meluapkan perasaannya melalui foto. Foto itu bisa menimbulkan rasa welas kasih, lho! Dengan foto kita bisa menerima kekurangan maupun kelebihan diri sendiri.


Eksperimen foto ini diikuti oleh 10 partisipan. Sebelum saling memfoto satu sama lain, panitia workshop Sliraku membagikan pertanyaan khusus agar sang “fotografer” dan “model” memiliki kedekatan personal.

Didalam eksperimen ini, semua orang diberikan kesempatan menjadi “fotografer” dan menjadi “model”. Lalu, hasil foto mereka dipamerkan satu-persatu dengan pesan dibaliknya.


Workshop pertama ini mendapatkan respon positif dari para peserta,

Workshop ini memberikan rasa lega bagi saya, karena selama ini saya jarang bisa mengungkapkan perasaan saya. – Pras

Setelah mengenal “model” saya dalam workshop ini, dia yang awalnya terlihat pendiam ternyata memiliki hati yang sangat lembut. – Hikmah


Tunggu workshop Sliraku yang selanjutnya yaaaa!

 

bottom of page